DAKOTA Sebagai Respon Terhadap Tuntutan Kebijakan Non-Tariff Measures (NtMs) dari Uni Eropa

Rabu, 06 Oktober 2021












Pemaparan DAKOTA saat Focus Group Discussion - 2021-10-06

Tim Penelitian NtMs, Pusat Riset Kewilayahan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sedang melakukan penelitian mengenai hambatan perdagangan non-tarif dari Uni Eropa terhadap empat komoditas primer Indonesia meliputi kelapa sawit, pala, tuna dan udang. Penelitian ini merupakan bagian dari satu penelitian bersama dari tahun 2020 hingga 2023. Penelitian pada tahun 2020 fokus pada respon aktor dalam rantai pasok komoditas, khususnya pada komoditas pala. Penelitian menunjukkan bahwa hambatan perdagangan non tarif UE (Uni Eropa) yang dikenakan pada komoditas pala, merupakan aturan yang terkait dengan Sanitary and Phytosanitary (SPS) dan notifikasi kandungan aflatoxin pada komoditas pala. Penelitian merekomendasikan bahwa diperlukan perbaikan pada manajemen rantai pasok sebagaimana yang tercantum dalam Permentan No. 53/Permentan/OT.140/9/2012. Perbaikan juga diperlukan pada aspek sarana dan prasarana serta pelestarian lingkungan di tingkat pekebun. Selain itu perbaikan juga diperlukan pada perubahan tata kelola dalam pengelolaan ekspor pala berupa efektivitas dan efisiensi pada pembagian tugas dan kewenangan dari sisi regulator (pemerintah) dalam merespon hambatan perdagangan non tarif UE.

Tim penelitian menemukan konvergensi dalam upaya menghadapi hambatan perdagangan non tarif dari UE. Titik temu tersebut merupakan program kerjasama antara Pemerintah Provinsi Maluku Utara dengan Penabulu Foundation dan PT. Alam Sari Interbuana (PASI). Kerjasama tersebut terwujud melalui program GOSORA (Gerakan Orientasi Ekspor Untuk Rakyat Sejahtera) yang dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Program ini diimplemantasikan melalui pengembangan sistem data ketertelusuran melalui DAKOTA (Data Komoditas Terpadu). Menurut tim peneliti, keberadaan DAKOTA sebagai intermediary actor merupakan salah satu upaya respon terhadap tuntutan dari peningkatan daya saing rantai pasok pala dengan memberikan informasi terukur tentang keterlacakan produksi dan distribusi untuk menjawab faktor due diligence terhadap multipihak yang terlibat dalam rantai pasok. Peran intermediary actor menjadi sangat penting sebagai penghubung antara kepentingan konsumen kepada produsen sehingga dapat ditempatkan sebagai institusi pelaksana yang secara langsung ikut menjalankan kebijakan EU terkait isu keberlanjutan lingkungan, sosial, maupun keamanan pangan.

BRIN melanjutkan penelitian dengan mengadakan FGD (Focus Group Discussion) dengan judul “Mengurai Peran Aktor Intermediary dalam Membangun Sistem Keterlacakan dan Keberlanjutan Sistem Produksi dan Distribusi Komoditas Pala ke Pasar Uni Eropa”. FGD bertujuan untuk; 1) Mendapatkan gambaran rantai pasok dari PASI dari petani hingga pasar UE; 2) Mendapatkan gambaran pembangunan sistem keterlacakan komoditas pala melalui DAKOTA; 3) Mengetahui pengaruh direct buyer terhadap rantai distribusi pala Indonesia ke pasar UE; 4) Mendapatkan gambaran tentang kendala yang dihadapi dalam ekspor pala Indonesia ke pasar UE (terkait buycott dan boycott); 5) Mendiskusikan langkah-langkah yang mempromosikan produk pala Indonesia di pasar UE. FGD dilakukan pada tanggal 6 Oktober 2021 dengan mengundang Sigit Ismaryanto (CEO PT. Alam Sari Interbuana) dan Yudistira Soeherman (DAKOTA - Penabulu Foundation) sebagai narasumber.

FGD diawali dengan pemaparan tim peneliti BRIN terkait temuan-temuan penelitian yang telah dilakukan dari tahun 2020 hingga tahun 2021. Sesi selanjutnya merupakan pemaparan dari Yudistira terkait proses pengembangan DAKOTA mulai dari latar belakang pembangunan purwarupa, tujuan dan fungsi teknis DAKOTA pada rantai pasok komoditas pala, hingga tantangan dan hambatan yang dialami dalam upaya implementasi DAKOTA.  “DAKOTA merupakan sebuah alat lobi dan advokasi yang menyediakan ketertelusuran dan transparansi rantai pasok pala untuk memperbaiki tata kelola bisnis petani kecil dan meningkatkan daya tawar petani terhadap pasar”, ucap Yudistira. “Perbaikan tata kelola perdagangan pala tidak bisa diselesaikan dengan penggunaan DAKOTA saja, melainkan perlu dukungan dari multistakeholder perdagangan pala, dan DAKOTA mencoba mendorong hadirnya ekosistem bisnis tersebut” tegas Yudistira. Sesi ketiga dilanjutkan dengan pemaparan oleh SIgit Ismaryanto tentang proses produksi dan suplai produk pala, upaya merespon hambatan yang muncul dari perdaganga non tarif dari Uni Eropa, serta tahapan-tahapan dalam proses ekspor pala ke Uni eropa. FGD ditutup dengan diskusi yang menyimpulkan bahwa dalam upaya perbaikan tata kelola perdagangan pala tidak cukup dengan upaya mendorong ekositem bisnis pala yang fair terhadap seluruh stakeholder rantai pasok. Melainkan diperlukan pendekatan-pendekatan yang dapat merubah kebiasaan yang telah melekat pada seluruh stakeholder rantai pasok, termasuk pada petani pala.



icon Kembali ke menu liputan

Berita Terkait

Inisiasi Pengembangan Sistem Data dan Standar Produksi Kayu Manis

Selengkapnya

DAKOTA Terpilih sebagai “The 30 Most Inspiring Digital Innovations (MIDI) 2020”

Selengkapnya

Demi Standar Mutu Kayu Manis di Kerinci, KPHP Kerinci Jalin Kerja Sama dengan Penabulu

Selengkapnya

Pemerintah Provinsi Maluku Utara MoU dengan Penabulu Foundation

Selengkapnya

Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara Kerja Sama dengan Yayasan Penabulu Foundation Teken MoU

Selengkapnya

Pemprov Malut - Yayasan Penabulu Foundation Tingkatkan Ekspor Komoditi Perkebunan

Selengkapnya

Distan Maluku Utara - Penabulu Foundation Fokus Kembangkan GOSORA

Selengkapnya

Virtual Group Discussion Sistem Keterlacakan Komoditas Pala Bersama LIPI

Selengkapnya

DAKOTA Sebagai Respon Terhadap Tuntutan Kebijakan Non-Tariff Measures (NtMs) dari Uni Eropa

Selengkapnya